8 Jul 2010

* Spritual

Melirik Ritwal Agama Malim
di Balige
Acara ritual yang biasa dilakukan di komunitas Malim SiJangkon uras untuk mendoakan, dan untuk memohon sesuatu kepada Debata Mulajadi Nabolon (Tuhan Yang Maha Esa). Yang menjadi thema dalam acara yang baru-baru ini dilaksanakan di makam Raja Sisinga Mangaraja ke XII di Balige, Tobasa, adalah agar adat dan hukum dapat tertata dengan baik jangan rusak dan betul-betul dilakukan. Dengan tertatanya Adat dan Hukum dapat menjadi kemajuan terutama di Bangso Batak seperti pepatah Batak yang mengatakanJumpang “Naniluluan dapot nanijalahana itu akan tercapai apabila adat dan hukum tertata dapat dijalankan dengan baik”.
Acara ritual ini dilaksanakan atas persetujuan dari kaum komunitas Malim yang sudah sepakat untuk meminta doa kepada Debata Mulajadi Nabolona sesuai kesepakatan raja-raja dan inang soripada, dengan Martonggo apa yang diminta semoga dapat dikabulkan. Pasalnya saat ini sudah banyak terjadi musibah bencana alam seperti Tsunami, bencana longsor dan Gunung berapi meletus. Walau pun bencana tersebut tidak terjadi di Daerah Tobasa, Balige, namun komutas Malim turut iktu merasakan atas musibah yang dialami sesama umat manusia diBumi ini. Oleh karen itu komunitas Malim Si Jangkon Uras berdoa kepada Debata Mulajadi Nabolon agar permohonan mereka dapat dikabulkan.
Uluan (pimpinan) Ritual dipimpin oleh Op. Dongguk Siahaan dari berbagai Desa yakni Panamparan, meranti tegah, Batu mamak, Pintu pohan Meranti dabn lainya sekira Ratusan orang. Ritual ini sejak pagi hari dilaksanakan, mulai persiapan bahan untuk persembahan kepada Debata Mulajadi Nabolon melalui Op Sisingamangaraja XII. Setelah bahan dipersiapkan, terlebih dahulu meminta ijin kepada Op Sisingamangaraja XII yaitu dengan membawa bahan untuk persembahan seperti aek mual natio (air bersih), jeruk purut, dan lainnya yang diperlukan pada acara ritual itu ke makam Op. Sisingamangaraja XII.
Biasanya pada acara ritual Martonggo ini, para penganut kepercayaan Malim turut mempersembahkan hasil bumi mereka untuk disajikan dan seraya berdoa agar kaum komunitas Malim dapat diberikan kesehatan dan mendapat hasil panen yang berlimpah dan dijauhkan dari bala.
Menurut pemaparan Op. Dongguk Siahaan, Malim pada umumnya ada dua, yakni secara fisik dapat dilihat dengan pakaian hitam dan topi hitam, dan topi putih. Malim itu sendiri memiliki arti suci, yang diterjemahkan suci dari penglihatan, pendengaran, pikiran, dan jiwa raga. “Sesuai aliran kepercayaan yang kami anut, bahwa Malim itu menjalankan kepercayaan religiusnya dengan melaksanakan ritwal dengan menggunankan musik gochi dan diiringi sarune untuk memanjatkan doa kepada Debata Mulajadi nabolon,”terannya.
Ditambahkan Op Dongguk Siahaan bahwa ada pun jenis Parmalim yakni Parmalim partali-tali Nabottar dan pratali-tali nabirong. Partali-tali nabottar ada di Laguboti Huta Tinggi, dan Tanoh Datar Parbongoran. Golongan Raja Batak dari kaum Kristen, Muslim dan Budha lainnya bisa masuk si Raja Batak. Tapi kalau aliran kami ini tidak bisa masuk dari aliran lain kecuali aliran Malim itu sendiri, itu bedanya. Contoh Aliran Sisingamangaraja XII sampai kepada pengikutnya seperti kami ini. Aliran tangga-tangga kuasa dalam suatu golongan seperti partangiang, panuturi, Panitangi dan parbaringin. Namun dalam aliran kami sudah tidak ada yang sanggup untuk menjalankan tugas dari aliran parbaringin, namun di komunitas lain parbaringin itu ada. Sesuai ajaran Sisingamangaraja XII adat parmalim kami Si jangkon Uras menggunakan lambang Gantang (timbangan), yang artinya, tidak bisa menyogok dan di sogok.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar